Sejarah candi Penataran adalah kompleks candi Hindu terbesar di Jawa Timur yang memiliki sejarah panjang dan penting dalam perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara.
Candi ini terletak di Kabupaten Blitar dan diperkirakan dibangun pada masa Kerajaan Kediri sekitar abad ke-12.
Namun, pembangunan dan pemugarannya terus berlanjut hingga masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit pada abad ke-14.
Sejarah Candi Penataran

Candi ini didedikasikan untuk pemujaan Dewa Siwa dan diyakini berfungsi sebagai tempat peribadatan serta upacara kerajaan.
Keberadaan sejarah Candi Penataran pertama kali disebut dalam Prasasti Palah yang dikeluarkan oleh Raja Srengga dari Kerajaan Kediri pada tahun 1194 M.
Dalam prasasti tersebut, candi ini disebut sebagai tempat suci untuk melindungi kerajaan dari bencana, terutama letusan Gunung Kelud yang berada tidak jauh dari lokasi candi.
Hal ini menunjukkan bahwa Candi Penataran memiliki peran spiritual yang kuat dalam kepercayaan masyarakat Jawa pada masa itu.
Selama pemerintahan Majapahit, Candi Penataran mengalami perluasan dan renovasi. Raja Hayam Wuruk disebutkan pernah mengunjungi candi ini pada tahun 1359 M, sebagaimana tertulis dalam kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca.
Pengembangan kompleks candi ini mencerminkan pengaruh besar Majapahit dalam budaya dan arsitektur Jawa Timur.
Candi ini juga berfungsi sebagai tempat pemujaan raja-raja yang sudah wafat dan menjadi bagian dari tradisi pendharmaan, di mana raja dianggap sebagai dewa setelah kematiannya.
Salah satu ciri khas dari Candi Penataran adalah relief-reliefnya yang menggambarkan berbagai cerita epik Hindu, seperti Ramayana dan Kresnayana.
Relief ini tidak hanya berfungsi sebagai hiasan tetapi juga sebagai media pembelajaran bagi masyarakat kala itu.
Selain itu, struktur candi yang memanjang ke arah belakang menyerupai konsep pura di Bali, yang menggambarkan perjalanan spiritual dari dunia fana menuju kesucian.
Selain sebagai situs arkeologi, candi ini juga sering digunakan untuk acara kebudayaan dan ritual keagamaan.
Keindahan arsitektur dan nilai sejarahnya yang tinggi menjadikan Candi Penataran sebagai warisan budaya yang patut dilestarikan, tidak hanya bagi masyarakat Jawa Timur tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia.
Relief dan Arsitektur Khas Majapahit di Candi Penataran

Candi Penataran merupakan salah satu candi terbesar di Jawa Timur yang memiliki kaitan erat dengan Kerajaan Majapahit.
Terletak di Kabupaten Blitar, candi ini didirikan pada masa Kerajaan Kediri dan terus digunakan hingga puncak kejayaan Majapahit pada abad ke-14.
Sebagai kompleks candi bercorak Hindu, Candi Penataran memiliki arsitektur khas Majapahit yang unik, dengan tata letak bertingkat yang menyerupai gunung suci.
Selain itu, relief-relief yang terpahat di dinding candi menggambarkan kisah-kisah epik Hindu dan cerita rakyat Jawa yang sarat akan nilai budaya dan sejarah.
Salah satu ciri khas arsitektur Majapahit yang terlihat di Candi Penataran adalah penggunaan batu andesit yang disusun dengan teknik presisi tinggi.
Bangunan utama candi terdiri dari beberapa teras yang semakin tinggi ke arah bagian belakang, mencerminkan konsep mandala yang melambangkan perjalanan spiritual menuju kesempurnaan.
Pola ini juga menyerupai konsep gunung suci atau Mahameru dalam kepercayaan Hindu-Buddha, yang diyakini sebagai tempat tinggal para dewa.
Relief yang terdapat di Candi Penataran memperlihatkan berbagai kisah dari epos Hindu seperti Ramayana dan Mahabharata, serta cerita Panji yang merupakan kisah kepahlawanan khas Jawa.
Relief-relief ini dipahat dengan gaya yang khas, menunjukkan detail ekspresi wajah, pakaian, serta lingkungan sekitarnya dengan sangat hidup.
Salah satu relief yang menarik adalah adegan perjalanan tokoh Panji yang menggambarkan kebudayaan Jawa saat itu, seperti tata cara berpakaian dan sistem sosial yang berlaku di era Majapahit.
Keunikan lain dari Candi Penataran adalah adanya bangunan bale agung dan pendapa, yang merupakan ciri khas candi-candi Majapahit.
Bale agung berfungsi sebagai tempat pertemuan atau upacara keagamaan, sedangkan pendapa digunakan untuk persiapan ritual.
Kehadiran bangunan ini menunjukkan bahwa Candi Penataran tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat kegiatan sosial dan budaya masyarakat pada masa itu.
Peran Candi Penataran dalam Keagamaan dan Politik

Candi Penataran merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Jawa Timur yang memiliki peran penting dalam aspek keagamaan dan politik pada masa kerajaan Majapahit.
Terletak di Kabupaten Blitar, candi ini dibangun pada masa Kerajaan Kediri dan terus digunakan hingga era Majapahit sebagai pusat pemujaan dan kegiatan keagamaan.
Didedikasikan untuk Dewa Siwa, Candi Penataran menjadi tempat suci bagi para raja dan masyarakat dalam menjalankan ritual keagamaan serta sebagai simbol kekuasaan kerajaan.
Dalam aspek keagamaan, Candi Penataran berfungsi sebagai tempat pemujaan kepada dewa-dewa Hindu, khususnya Siwa.
Kompleks candi ini terdiri dari beberapa bangunan utama, termasuk candi induk yang menjadi pusat peribadatan.
Relief-relief yang terukir di dinding candi menggambarkan kisah-kisah epik Hindu seperti Ramayana dan Mahabharata,
yang tidak hanya berfungsi sebagai hiasan tetapi juga sebagai sarana pendidikan moral dan spiritual bagi masyarakat.
Prosesi keagamaan seperti upacara pemujaan dan perayaan keagamaan sering dilakukan di tempat ini.
Selain sebagai tempat ibadah, Candi Penataran juga memiliki peran strategis dalam politik kerajaan. Raja-raja Majapahit menggunakan candi ini sebagai tempat legitimasi kekuasaan mereka.
Dengan mengadakan ritual keagamaan di Candi Penataran, raja berupaya memperkuat posisinya sebagai penguasa yang mendapat restu dari para dewa.
Ini memperlihatkan bagaimana agama dan politik saling berkaitan erat dalam sistem pemerintahan pada masa itu.
Keberadaan Candi Penataran juga mencerminkan strategi politik Majapahit dalam menjaga persatuan wilayahnya.
Dengan menjadikan candi ini sebagai pusat keagamaan, kerajaan dapat mempererat hubungan dengan para pendeta dan rakyat, terutama di Jawa Timur.
Candi ini juga berfungsi sebagai tempat pertemuan dan pusat kegiatan keagamaan yang melibatkan berbagai kelompok dalam masyarakat, sehingga memperkuat stabilitas sosial dan politik kerajaan.