Kondisi masyarakat Arab berada dalam keadaan yang sangat memprihatinkan, baik dari segi sosial, budaya, maupun moral.
Masa ini sering disebut sebagai Zaman Jahiliah, yang berarti masa kebodohan. Pada masa itu, masyarakat Arab hidup dalam sistem kesukuan yang sangat kuat.
Sebutan ini bukan berarti masyarakat Arab tidak memiliki pengetahuan sama sekali, tetapi lebih menyoroti kebodohan mereka dalam hal akhlak dan keimanan.
Kondisi Masyarakat Arab

Setiap suku berusaha menunjukkan keunggulannya dibanding suku lain, sehingga sering terjadi pertikaian antar suku yang berlangsung bertahun-tahun hanya karena persoalan sepele.
Kehormatan dan harga diri suku menjadi sesuatu yang sangat dijunjung tinggi, bahkan lebih penting daripada nyawa manusia.
Selain itu, kondisi sosial masyarakat Arab juga ditandai dengan praktik ketidakadilan yang sangat mencolok.
Kaum perempuan dipandang rendah dan tidak memiliki hak dalam kehidupan sosial. Bahkan, banyak bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup karena dianggap membawa aib bagi keluarga.
Budaya minum-minuman keras, berjudi, perzinahan, dan perbudakan menjadi hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak adanya nilai keadilan membuat yang kuat menindas yang lemah, sementara harta dan kekuasaan menjadi tujuan utama kehidupan mereka.
Kesombongan dan kezaliman tumbuh subur dalam kehidupan masyarakat Arab saat itu, tanpa adanya pedoman hidup yang benar.
Di bidang keagamaan, masyarakat Arab pada masa pra-Islam hidup dalam kepercayaan yang penuh dengan kemusyrikan.
Di sekitar Ka’bah di Mekkah, terdapat ratusan patung berhala yang disembah oleh berbagai kabilah Arab.
Kepercayaan mereka bercampur antara penyembahan berhala, animisme, bahkan sebagian kecil mengenal ajaran Yahudi dan Nasrani, tetapi ajaran tersebut sudah bercampur dengan berbagai kebiasaan lokal yang menyimpang.
Karena itu, kehidupan spiritual masyarakat Arab dipenuhi dengan kesesatan, tanpa bimbingan tauhid yang benar.
Mereka lupa bahwa Ka’bah sejatinya dibangun oleh Nabi Ibrahim untuk menyembah Allah Yang Maha Esa.
Namun demikian, masyarakat Arab juga memiliki beberapa nilai positif yang menjadi modal penting bagi perkembangan Islam di kemudian hari.
Mereka terkenal memiliki kemampuan sastra dan bahasa yang luar biasa. Kemampuan membuat syair dan puisi menjadi kebanggaan, bahkan ajang perlombaan antar suku.
Selain itu, budaya solidaritas antar anggota suku juga menjadi kekuatan yang nantinya diarahkan oleh Islam ke jalan yang lebih mulia.
Dengan kedatangan Islam melalui Nabi Muhammad ﷺ, kehidupan masyarakat Arab mengalami perubahan besar.
Peristiwa Turunnya Wahyu Pertama di Gua Hira

Peristiwa turunnya wahyu pertama di Gua Hira merupakan salah satu momen paling bersejarah dalam perjalanan kenabian Nabi Muhammad SAW dan awal mula kerasulan beliau.
Pada masa itu, masyarakat Arab hidup dalam kondisi jahiliah, dipenuhi dengan berbagai kebiasaan buruk seperti penyembahan berhala, minuman keras, dan pertikaian antar suku.
Nabi Muhammad SAW yang dikenal memiliki akhlak mulia sering menyendiri untuk bertafakur dan merenung di Gua Hira, sebuah gua kecil yang terletak di Jabal Nur, sekitar 6 kilometer dari Kota Makkah.
Dalam kesunyian gua itu, beliau merenungi keagungan alam semesta dan kebobrokan masyarakat di sekitarnya.
Saat sedang bertafakur di malam yang penuh keheningan itu, tiba-tiba datanglah Malaikat Jibril membawa wahyu dari Allah SWT.
Dengan penuh kewibawaan, Jibril berkata, “Iqra’!” yang berarti “Bacalah!” Rasulullah yang pada saat itu tidak bisa membaca merasa kebingungan dan takut, lalu menjawab, “Aku tidak bisa membaca.”
Hal ini terjadi sampai tiga kali, hingga akhirnya Jibril menyampaikan lima ayat pertama dari Surah Al-‘Alaq, yang berbunyi: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5). Ayat-ayat inilah yang menjadi awal turunnya Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia.
Peristiwa turunnya wahyu pertama ini menjadi tonggak awal dari perubahan besar bagi umat manusia.
Dengan diturunkannya ayat-ayat Al-Qur’an, Allah SWT memberikan pedoman hidup bagi umat Islam agar keluar dari kegelapan menuju cahaya iman.
Rasulullah SAW pun mulai menjalankan misi kenabian dengan penuh kesabaran, menghadapi berbagai tantangan dan penolakan dari masyarakat Quraisy.
Namun, dengan keteguhan hati dan pertolongan Allah, Islam akhirnya tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Dampak Turunnya Wahyu terhadap Perjalanan Dakwah Nabi

Turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad ﷺ merupakan titik awal perubahan besar dalam sejarah peradaban manusia.
Wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad ﷺ melalui Malaikat Jibril di Gua Hira, yaitu Surat Al-‘Alaq ayat 1-5, menjadi tanda diangkatnya beliau sebagai utusan Allah.
Peristiwa tersebut bukan hanya menjadi awal dari perjalanan kenabian, tetapi juga menjadi fondasi kokoh bagi dakwah Islam.
Dampaknya terasa secara pribadi bagi Nabi Muhammad ﷺ, yang sebelumnya dikenal sebagai orang yang suka menyendiri untuk merenungi kondisi masyarakatnya yang penuh dengan penyembahan berhala, kezaliman, dan ketidakadilan.
Setelah turunnya wahyu, beliau mendapatkan arahan langsung dari Allah untuk mulai menyampaikan risalah kebenaran kepada umat manusia.
Proses turunnya wahyu selanjutnya memberikan panduan langkah demi langkah bagi Nabi dalam menghadapi tantangan dakwah.
Pada masa awal, dakwah dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dimulai dari keluarga terdekat dan sahabat-sahabat yang memiliki kepercayaan kepada beliau.
Turunnya ayat-ayat Al-Qur’an secara bertahap memberikan kekuatan mental dan spiritual kepada Nabi serta para pengikutnya.
Ayat-ayat tersebut sering kali turun sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, memberikan petunjuk,
jawaban atas pertanyaan kaum musyrik, serta dukungan moral agar tetap tegar di tengah penolakan dan penindasan.
Dengan adanya wahyu yang turun secara bertahap, perjalanan dakwah Nabi menjadi terarah dan penuh hikmah, sesuai dengan perkembangan umat pada saat itu.
Dengan demikian, turunnya wahyu merupakan motor utama yang menggerakkan seluruh perjalanan dakwah Nabi Muhammad ﷺ.
Wahyu menjadi sumber kekuatan spiritual, pendorong keberanian, serta pondasi hukum bagi umat Islam.
Setiap tantangan yang datang selalu diimbangi dengan turunnya ayat-ayat yang memperkuat keyakinan umat.
Maka, keberhasilan dakwah Nabi hingga tersebarnya Islam ke seluruh penjuru dunia tidak terlepas dari peran penting wahyu sebagai pedoman hidup umat manusia sepanjang zaman.
Baca Juga: https://ruangbimbel.co.id/rendahnya-kepercayaan-diri/