Bahaya Riya’ dalam Ibadah

Bahaya Riya’ dalam Ibadah adalah salah satu penyakit hati yang sangat berbahaya dalam kehidupan seorang Muslim.

Secara sederhana, riya’ berarti melakukan amal ibadah dengan tujuan ingin dilihat atau dipuji oleh manusia, bukan semata-mata karena Allah SWT.

Meski dari luar tampak seperti perbuatan baik, namun ketika niat tidak tulus karena Allah, amal tersebut menjadi sia-sia di sisi-Nya.

Bahaya Riya’ dalam Ibadah

Bahaya Riya' dalam Ibadah

Bahkan, dalam banyak hadis, Nabi Muhammad SAW memperingatkan bahwa riya’ termasuk dalam kategori syirik kecil yang bisa merusak amal seseorang.

Bahaya riya’ terletak pada kemampuannya merusak keikhlasan, yang merupakan syarat utama diterimanya ibadah.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama…” (QS. Al-Bayyinah: 5).

Ibadah yang dilakukan dengan niat selain karena Allah, seperti ingin dipuji atau dihormati orang lain, tidak akan mendapatkan balasan pahala dari-Nya, bahkan bisa menjadi dosa.

Riya’ bisa muncul dalam berbagai bentuk ibadah seperti shalat, sedekah, puasa, bahkan dalam membaca Al-Qur’an atau berdakwah.

Orang yang terjerumus ke dalam riya’ seringkali lebih memperhatikan penilaian manusia daripada penilaian Allah.

Ia merasa senang jika dilihat oleh orang lain saat beribadah, namun lalai ketika berada sendiri. Perilaku seperti ini menunjukkan bahwa hatinya lebih condong kepada dunia, bukan kepada akhirat.

Selain merusak amal, riya’ juga menumbuhkan sifat munafik dalam diri. Ia bisa menjadi awal dari kebiasaan berpura-pura dan hidup dalam kepalsuan spiritual.

Dalam jangka panjang, riya’ menjauhkan seseorang dari kedekatan dengan Allah dan bisa menyebabkan hati menjadi keras serta tertutup dari kebenaran.

Hal ini juga berdampak buruk terhadap hubungan sosial, karena ibadah yang seharusnya menjadi contoh kebaikan justru berubah menjadi alat pencitraan.

Untuk menghindari riya’, seorang Muslim harus terus menjaga niat dalam setiap amal yang dilakukan.

Senantiasa memperbarui niat, berdoa agar dijauhkan dari penyakit hati, dan lebih banyak melakukan amal secara tersembunyi bisa menjadi langkah pencegahan.

Hanya dengan hati yang ikhlas, ibadah akan menjadi cahaya yang menerangi jalan hidup dan membawa keselamatan di dunia maupun akhirat.

Cara Menghindari Riyaa

Cara Menghindari Riyaa

Riyaa adalah sikap menampakkan amal ibadah atau kebaikan dengan tujuan mendapat pujian atau pengakuan dari manusia, bukan karena Allah SWT.

Dalam Islam, riyaa termasuk salah satu penyakit hati yang sangat berbahaya karena dapat merusak keikhlasan dan menghapus pahala amal.

Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami cara menghindari riyaa agar ibadahnya diterima di sisi Allah.

Langkah pertama untuk menghindari riyaa adalah meluruskan niat. Setiap amal hendaknya dimulai dengan niat yang ikhlas semata-mata karena Allah.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya…” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sebelum melakukan ibadah atau kebaikan, tanyakan kepada diri sendiri, “Apakah ini aku lakukan demi Allah atau demi pandangan manusia?” Jika ditemukan kecenderungan kepada riyaa, segera perbaiki niat tersebut.

Selanjutnya, perbanyaklah amalan yang tersembunyi. Amalan yang tidak diketahui orang lain, seperti shalat malam, sedekah diam-diam, atau doa di sepertiga malam, sangat efektif menjaga keikhlasan.

Dengan begitu, hati menjadi terbiasa beribadah tanpa bergantung pada pujian orang lain. Rasulullah SAW bahkan menyebutkan bahwa salah satu golongan yang mendapat naungan Allah di hari kiamat adalah “seseorang yang bersedekah,

lalu ia menyembunyikannya, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan tangan kanannya.”

Terakhir, jangan terlalu fokus pada pujian atau penilaian manusia. Ingatlah bahwa tujuan utama seorang Muslim adalah mendapatkan ridha Allah, bukan popularitas di mata manusia.

Ketika kita menyadari bahwa dunia ini sementara dan semua amal akan ditimbang di akhirat, maka keikhlasan akan tumbuh lebih kuat dalam diri.

Hindari membicarakan amal kebaikan kecuali untuk memberi teladan, dan itu pun harus dengan hati-hati agar tidak jatuh dalam jebakan riyaa.

Ibadah yang Murni Karena Allah

Ibadah yang Murni Karena Allah

Ibadah adalah bentuk penghambaan manusia kepada Allah SWT, dan sejatinya ibadah hanya sah jika dilakukan dengan niat yang tulus semata-mata karena-Nya.

Dalam Islam, niat menjadi fondasi utama dari setiap amal. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya segala amal itu tergantung pada niatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Artinya, ibadah yang dilakukan dengan niat karena selain Allah, seperti demi pujian manusia, tidak akan diterima di sisi-Nya.

Kemurnian dalam beribadah disebut juga dengan istilah ikhlas. Ikhlas adalah ketika seseorang beramal tanpa mengharapkan balasan duniawi, popularitas, atau pengakuan.

Seorang mukmin yang ikhlas akan tetap beribadah meskipun tidak ada yang melihat, dan tidak merasa kecewa meski tidak mendapat apresiasi manusia, karena ia yakin bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui.

Dalam kehidupan sehari-hari, menjaga keikhlasan bukan perkara mudah. Godaan riya’ (ingin dipuji) dan sum’ah (ingin didengar) bisa menyelinap dalam hati tanpa disadari.

Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk terus memeriksa niatnya sebelum, saat, dan setelah beribadah.

Dengan cara ini, hati akan terus dilatih untuk menghadirkan keikhlasan yang sejati dan menjauhkan diri dari penyakit hati yang merusak amal.

Allah SWT sangat mencintai hamba-Nya yang ikhlas. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebut bahwa hanya amal yang murni karena-Nya yang akan mendapat ganjaran besar di akhirat.

Ibadah yang dilakukan dengan ikhlas juga akan membawa ketenangan dalam jiwa, karena pelakunya tidak terbebani oleh pencitraan atau rasa ingin diakui.

Dengan menjadikan keikhlasan sebagai landasan ibadah, seorang Muslim akan meraih keberkahan dalam hidupnya.

Ia beribadah karena cinta dan tunduk kepada Allah, bukan karena tekanan atau sekadar rutinitas. Setiap amalan, sekecil apa pun, bila dilakukan karena Allah, akan memiliki nilai yang besar di sisi-Nya.

Oleh karena itu, marilah kita senantiasa memperbaiki niat, memperdalam pemahaman tentang ikhlas,

dan memohon kepada Allah agar menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang tulus dalam beribadah hanya untuk-Nya.

Baca Juga: https://ruangbimbel.co.id/menjaga-keimanan-dalam-kesepian/