Agresi Militer Belanda

Definisi

Agresi Militer Belanda – Pihak Sekutu menyadari bahwa pertempuran dengan bangsa Indonesia tidak  menghasilkan apa – apa. Oleh karena itu, Sekutu mengajak  Belanda mengakhiri  perang dan mengadakan perundingan genjatan senjata.

Rencana penghentian permusuhan tercapai setelah sekutu, Belanda, dan Indonesia melakukan perundingan di Linggarjati  pada 10 – 15  November 1945.  Penandatanganan persetujuan Linggajati berlangsung pada 25 Maret 1947.

Agresi Militer Belanda

Pihak Republik tidak sepenuhnya memercayai hasil Perundingan Linggajati sebab daerah – daerah yang dikosongkan Inggris kemudian diganti oleh tentara – tentara Belanda. Para pemimpin republic menyakini. Belanda tidak lama lagi akan melancarkan serangan berikutnya. Karena itulah Panglima Soedirman dan Jederal Oerip Soemohardjo mengintruksikan kepada tentara Republik untuk mempertahankan kubu – kubu di sekitar kantong – kantong yang diduduki Belanda. Tentara Republik yang dibantu rakyat sekitar segera mempersiapkan kubu, rintangan jalan, dan jebakan tank.

Dugaan para pemimpin

Agresi Militer Belanda – Dugaan para pemimpin bangsa ternyata benar, pada 21 Juli 1947. Belanda melancarkan agresi militer pertama ke daerah – daerah Republik di Sumatra dan Jawa. Serangan gencar Belanda membuat pasukan Republik menjadi terpencar – pencar tanpa koordinasi. Ditambah lagi persenjataan tentara republic terlalu ringan untuk menghadapi pasukan dan persenjataan tempur Belanda. Dalam keadaan seperti itu, para pemimpin tentara Republik memilih taktik gerilya dalam upaya memenangkan peperangan. Perang gerilya adalah bentuk perang  yang tidak terikat secara resmi pada ketentuan perang.

Perang  gerilya bangsa Indonesia memiliki cirri –ciri, yakni sebagai berikut :

  1. Menhindari perang terbuka
  2. Menghantam musuh secara tiba – tiba
  3. Menghilang di tengah lebatnya hutan atau  kegelapan malam.
  4. Menyamar sebagai rakyat.

Memasuki akhir tahun 1947, tentara republic yang bergirilya mulai terorganisir dan memiliki komando  gerilya yang dinamis. Akibatnya, Belanda menjadi kesulitan untuk menggempur tentara republik. Setiap sasaran yang di serang Belanda, ternyata telah ditinggalkan tentara republik. Namun, pada saat yang tidak disangka –sangka, tentara republic menyerang kedudukan Belanda dengan cepat. Saat Belanda kembali melancarkan serangan, kubu – kubu tentara republic telah kosong . dengan demikian, Belanda hanya menguasai kota –kota besar dan jalan – jalan raya.

Sementara perang berlangsung, di medan lain tokoh – tokoh republic berjuang melalui jalur diplomasi untuk menarik  dukungan internasional. Hasilnya , Dewan Keamanan PBB memerintahkan penghentian tembak – menembak sejal 1 Agustus 1947. Disusul dengan pengiriman Komisi   jasa Baik yang kemudian dikenal sebagai komisi  tiga Negara (KTN) untuk mencari penyelesaian damai. Sebagai misi damai PBB, KTN kemudian berhasil membawa kedua pihak yang  bertikai ke meja  perundingan. Pada 8 Desenber 1947 sampai 17 Januari 1948, Indonesia dan Belanda melakukan perundingan di geladak kapal USS Renville memang tidak memuaskan kedua belah pihak, tetapi perundingan tersebut telah meghentikan peperangan.

Agresi Militer Belanda – Demi menaati ketentuan dalam Persetujuan Renville, psukan republic terpaksa harus meninggalkan dan mengosongkan daerah gerilya yang cukup  luas. Sejak 1 Februari Agustus 1947. Disusul dengan pengiriman Komisi jasa Baik yang kemudian dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN) untuk mencari penyelesaian damai . Sebagai misi damai PBB, KTN kemudian berhasil membawa kedua pihak yang  bertikai ke meja perundingan. Pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948, Indonesia dan belanda melakukan perundingan di geladak kapal USS Renville di bawah pengawasan KTN. Hasil keputusan Renville memang tidak memuaskan kedua belah pihak, tetapi perundingan tersebut  telah menghantikan peperangan.

Gencatan senjata yang diberlakukan sejak Perundingan Renville, Pasukan republic terpaksa harus meninggalkan dan mengosongkan  daerah gerilya yang cukup luas. Sejak 1 Februari 1948 pasukan TNI di jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatra mulai melakukan hijrah ke pusat pemerintahan RI Di Jogyakarta.  Kosongkan tentara republic di daerah – daerah gerilya tersebut ternyata dimanfaatkan sekelompok organisasi bangsa Indonesia untuk merebut kekuasaan  dan mendirikan Negara sendiri. Di Jawa Barat muncul rongrongan dari DI/TII, sedangkan  DI Jawa  Timur maker dilakukan pihak PKI. Akibatnya, perhatian tentara republic terpecah menghadapi dua musuh sekaligus. Kendati demikian, bangsa Indonesia berupaya sekuat tenaga menumpas gerakan separatis tersebut.

Gencatan senjata yang diberlakukan sejak Perundingan Renville, di satu sisi dapat dimanfaatkan untuk konsolidasi pasukan. Namun di sisi dapat dimanfaatkan untuk konsolidasi pasukan. Namun di sisi lain, pelaksanaan hijrah menimbulkan persoalan baru, yakni membengkaknya kebutuhan sandang – pangan dan persenjataan. Selain itu, Pengalaman perang pada masa agresi militer pertama telah memperlihatkan bahwa angkatan perang, republic kurang efektif dan kurang terkendali. Oleh karena itu, para petinggi republic melakukan rekontruksi (penyusunan kembali) dan rasionalisasi ( penghematan biaya dan efektifitas pekerjaan) besar –besaran yang di  kemudian hari dikenal sebagai “. Adapun penyelenggaraan rekontruksi dan rasionalisasi ini adalah sebagai berikut :

  1. Merampingkan jumlah kekuatan tentara untuk memperoleh angkatan perang efektif dan mobil.
  2. Pengelompokan ulang divisi – divisi yang ada karena terdapat beberapa divisi lama yang sebenarnya sudah tidak ada lagi.
  3. Menciptakan Hubungan yang lebih erat antara TNI dan Rakyat.

Demikianlah artikel diatas dari ruangbimbel.co.id. semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan kita semua. Terima kasih